Soeharto Menangis Ketika Ditinggal Liem Sioe Liong Ke Singapura
Persahabatan antara taipan Liem Sioe Liong dengan mantan presiden Soeharto memang hanya bisa dipisahkan oleh ajal. Semasa hidupnya, dua sahabat tersebut mempunyai banyak kesamaan meskipun lahir di negara yang berbeda.
Salah satunya adalah keduanya mempunyai keyakinan tersendiri terhadap hal-hal yang bersifat spiritual. Jika Soeharto gemar menyepi dan bermeditasi, begitu juga Liem yang juga gemar membangun kuil-kuil sebagai tempat meditasinya.
Salah satu kepercayaan kaum yang memercayai spiritual, terutama Jawa, adalah ketika dua orang bersahabat erat, ketika salah satu meninggal maka yang masih hidup akan segera menyusul.
Untuk itu, ketika Soeharto meninggal dalam usia 86, 27 Januari 2008 silam, Liem tidak diberi tahu oleh keluarganya perihal berita menyedihkan tersebut. Waktu itu, Liem tengah berada di Singapura setelah kabur dari Indonesia pada saat kericuhan krisis ekonomi tahun 1998 silam.
Dalam buku biografi Liem yang bertajuk "Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia", Liem mengungkapkan bahwa terakhir kali dia bertemu Soeharto adalah pada akhir tahun 2006.
Waktu itu dia mengunjungi mantan orang nomor satu Indonesia tersebut di kediamannya di Jl. Cendana. "Kami mengucapkan selamat tinggal di pintu rumahnya," ujar dia, "dan Pak Harto menangis." Setelah kericuhan 1998, memang banyak pihak yang semula mendukung Soeharto berbalik menjadi lawannya. Namun tidak untuk Liem, dia loyal dengan Soeharto hingga akhir hayatnya. Sampai empat tahun setelah meninggalnya Soeharto, akhirnya sang sahabat menyusul meninggalkan dunia.
Belum ada Komentar untuk "Soeharto Menangis Ketika Ditinggal Liem Sioe Liong Ke Singapura"
Posting Komentar