Saksi Bisu Kekejaman Romusha Di Terowongan Niyama Tulungagung
Siapa tidak mengenal romusha sewaktu penjajahan zaman Jepang di Indonesia. Ini adalah kerja paksa paling kejam sepanjang sejarah di Indonesia. Sejak Jepang memasuki negeri ini pada tahun 1942, kekerasan dan pemaksaan sudah mulai dilakukan. Di Jawa Timur, kota-kota penting seperti Malang, Blitar, Kediri, hingga Tulungagung dikuasai oleh Jepang sebagai markas. Di Tulungagung, Jepang mulai membangun markas untuk keperluan strategis termasuk menguasai sektor sumber daya dan perdagangan. ( Baca Juga : Alasan Mustahil Hidup di Planet Mars )
Sayangnya, meski termasuk daerah yang cukup strategis, Tulungagung justru kerap dilanda banjir yang cukup parah. Saat Sungai Brantas meluap, beberapa kawasan akan hanyut dan mengganggu kegiatan tentara Jepang. Melihat keadaan ini, Jepang memaksa penduduk menjadi pekerja paksa. Mereka diminta menggali sebuah terowongan yang digunakan untuk memecah DAS Sungai Brantas. Pembangunan terowongan Niyama bukanlah pekerjaan yang gampang. Kawasan Tulungagung memiliki cukup banyak gunung batu dan kapur. Menembusnya untuk membuat terowongan di sekitar aliran Sungai Brantas adalah pekerjaan mustahil, apalagi dilakukan dengan peralatan yang seadanya saja. ( Baca Juga : Para Fotografer Ini menyulap Kejadian Bersejarah menjadi Bangunan Miniatur )
Selama kurang lebih tiga tahun, sudah tidak bisa dihitung lagi berapa orang yang harus jatuh dalam pembangunan ini. Jepang terus memakai para romusha untuk mengerjakannya hingga selesai. Pada tahun 1955 atau 10 tahun pasca Jepang akhirnya pergi dari negeri ini, banjir bandang melanda Tulungagung hingga menyebabkan banyak korban jiwa. Melihat kejadian ini, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pembangunan terowongan Niyama. Selama 6 tahun sejak bencana datang, terowongan ini kembali dibangun dan selesai.
Pembangunan terowongan yang selesai pada tahun 1961 akhirnya dilanjutkan pada tahun 1978. Pemerintah Tulungagung membuat proyek drainase yaitu terowongan yang tembus ke Samudra Hindia. Setelah terowongan ini selesai dibuat, proyek berlanjut dengan membuat sebuah PLTA atau pembangkit listrik tenaga air yang terletak tidak jauh dari pantai. PLTA di Tulungagung ini mulai beroperasi pada tahun 1993. Di bawah perusahaan pembangkit yang menaungi Jawa Bali, PLTA ini menyumbang cukup banyak daya untuk dialirkan ke Tulungagung dan kota di sekitarnya seperti Trenggalek, Ponorogo, hingga Pacitan.
Belum ada Komentar untuk "Saksi Bisu Kekejaman Romusha Di Terowongan Niyama Tulungagung"
Posting Komentar