Tidak Semua Negara Bisa Hidup dengan Demokrasi
Thread ini berniat membuka cakrawalah berpikir agan. Hehehehe
Apa itu demokrasi?
Jawab: Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demikiranlah jawaban yg paling sering ditulis sewaktu menghadapi soal essay mengenai demokrasi, jawaban yg berasal dari ucapan seorang Abraham Lincoln. Secara teori memang terdengar indah, semua pakar yg menyebut definisi demokrasi pasti menyebutkan demokrasi itu untuk melindungi hak rakyat, untuk mensejahterahkan rakyat, dsb. Pantas banyak masyarakat yg terbuai dengan harapan itu. Tapi, berapa banyak sih teori yg selaras dengan kenyataan?
Democracy (n.): Government of the sheep, by the shepherds, for the wolves. – L.A. Rollins
Oke, sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui batasan tulisan ini hanya pada pemerintahan demokrasi, yg berarti sistem negara secara keseluruhan, bukan pada demokrasi yg bersifat sosial kemasyarakatan atau forum, karena kita tahu musyawarah (yg kalau dalam agama Islam salah satu jenis pengambilan keputusan) juga bisa disebut demokrasi jika definisinya dijabarkan lebih luas. Tapi sekali lagi, kita bukan membahas itu, kita membahas demokrasi dalam ranah sistem pemerintahan suatu negara yg umumnya diwarnai dengan aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu), seperti yg terjadi di negara ini.
Sekarang kita ambil contoh sampel 3 negara, yaitu Irak, Suriah, dan Afghanistan. Mungkin mendengar 3 nama negara itu, agan langsung berpikir, "Lho apa hubungannya 3 negara itu dengan demokrasi? Negara rawan konflik dan penuh kehancuran itukan negara Islam?". Kalau agan berpikir seperti itu, bahwa 3 negara yg disebutkan adalah negara Islam, itu berarti selama ini agan sudah kecele dan tertipu. Ane rasa sudah saatnya meluruskan kekeliruan ini. Perlu diketahui bahwa negara2 itu bukanlah negara Islam, sama seperti Indonesia, mayoritas masyarakatnya mungkin Muslim, tapi sebenarnya sistem pemerintahan yg dianut ke-3 negara tersebut sampai saat ini adalah demokrasi.
Jika tidak percaya, dipersilahkan jalan2 ke Wikipedia :
Irak
Suriah
Afghanistan
Irak, Suriah, dan Afghanistan menganut sistem pemerintahan republik dan presidensial yg notabene rakyatnya mengadakan aktivitas Partai dan Pemilu tiap beberapa periode sebagai bagian dari demokrasi, sama seperti Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan negara Islam yg umumnya menganut sistem monarki, dimana pemimpinnya (Raja, Emir, Sultan, dll) tidak dipilih berdasarkan hasil voting masyarakat, melainkan keturunan dan musyawarah.
So, sangat salah jika ada yg berkata, "Untuk apa menerapkan hukum Islam, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?", apa hubungannya, mereka kan bukan negara Islam (not yet)? Malah masih lebih benar perkataan seperti ini, "Untuk apa mempertahankan demokrasi, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?"
Jadi ini perlu diluruskan, jangan lagi mengaitkan negara2 tersebut dengan pemerintahan Islam, karena faktanya pemerintahannya saja menerapkan hukum demokrasi, sama halnya seperti Indonesia.
Oh iya, sampai paragraf ini ane tidak bermaksud menonjolkan hukum pemerintahan Islam dibanding hukum lain, intinya agar semua lebih paham saja untuk tidak mengaitkan hal2 yg tidak berkorelasi apalagi jika berbicara masalah pemerintahan, karena ini skalanya besar. Intinya pikiran harus sama2 saling terbuka. Masalah hukum mana yg lebih baik itu silahkan agan pikirkan sendiri saja, semua punya pandangan masing2, toh sebagai manusia kita sama2 memiliki akal dan tidak boleh saling memaksakan kehendak, iya kan?
Selanjutnya, kita ambil contoh sampel 5 negara, 5 negara ini merupakan 5 besar yg masuk dalam 10 negara terkaya dan termakmur di dunia (2014) berdasarkan GDP (PPP) per Kapita yg dirilis dalam situs mapsofworld.com, artikel2 lain pun dalam melist poin2 negara terkaya rujukannya dari sana. Jika kurang puas boleh cari di tempat lain, karena rata2 hasilnya tidak jauh berbeda.
Qatar
Luxembourg
Singapura
Brunai Darussalam
Kuwait
Demikian 5 negara yg dinobatkan sebagai terkaya di dunia. Dan ya, seperti yg agan tahu, dari 5 negara tersebut 4 diantaranya tidak menerapkan demokrasi. Negara yg menerapkan demokrasi hanya Singapura, itupun demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung (demokrasi yg Pemilu dari rakyat). 4 negara yg memegang status sebagai negara terkaya di dunia itu menerapkan sistem monarki.
Qatar menerapkan sistem monarki yg dipimpin oleh Emir dan PM, meski Qatar masuk dalam wilayah Arab dan kerab disebut negara Islam, Qatar tidaklah menerapkan hukum hudud (seperti rajam dan potong tangan), tapi hukum Islam yg lain yg lebih bersifat ekonomi dan sosial tetap jalan, untuk lebih jelasnya mengenai keadaan di Qatar boleh dibaca disini. Luxemburg, pemerintahannya bersifat Kadipaten (mungkin seperti kerajaan dan kesultanan) yg merupakan monarki konstitusional. Brunei Darussalam sedikit berbeda dengan Qatar, sama seperti Saudi, dalam implementasian hukum Islam, Sultan Bolkiah sudah mengumumkan menerapkan syariat Islam secara penuh, termasuk hukum hudud, Brunei pun cukup keras untuk masalah LGBT. Terakhir Kuwait, Kuwait juga negara dengan sistem monarki yg arah pemerintahannya ke hukum Islam.
Itulah beberapa contoh negara yg memiliki perbedaan hukum dan perbedaan nasib. Sekali lagi disini ane bukan ingin menonjolkan hukum mana yg lebih baik dari hukum lainnya, pokoknya sama2 melihat fakta dan realitanya saja. Realitanya, cukup banyak negara2 yg tidak bisa hidup dengan demokrasi bahkan hancur olehnya, seperti Irak, Afghanistan, dan Suriah, kita bahkan belum membahas Libya. Dan faktanya, ternyata banyak pula negara yg bisa sukses tanpa pemerintahan demokrasi, tanpa aktivitas Pemilu dan lainnya, malah negara2 tersebut yg umumnya menerapkan monarki berada pada peringkat2 teratas untuk kemakmuran.
Sekarang setelah membahas negara luar, maka tak elok rasanya kalau tidak membahas negara sendiri, mengingat Indonesia ini negara yg demokratis sekali . Tiap beberapa periode anggaran milyaran digeleontorkan untuk Pemilu, dari pemilihan presiden, anggota DPR, sampai pemilihan ketua daerah. Apakah Indonesia bisa makmur dengan demokrasi? Semua punya jawaban masing2, tapi untuk jawaban ane adalah TIDAK!
8 Poin Mengapa Indonesia Tidak Bisa Lagi Mengandalkan Sistem Demokrasi
1. Demokrasi Sejatinya Sistem Import Penjajah
Apakah demokrasi asli Indonesia? Sejarah mencatat bahwa Indonesia dibangun melalui konsensus para raja yg ada di Nusantara, dan kerajaan lah yg awalnya menjadi dasar dari pemerintahan ribuan pulau yg di masa depan menjadi Indonesia. Gajah Mada niat menyatukan Nusantara dengan semangat kerajaan, bukan dengan semangat demokrasi, begitu juga dengan nama2 panglima besar di tanah lain. Kemudian datanglah penjajah Barat yg merusak tatanan itu dengan standar politik kolonialismenya. Setelah era kolonialisme, mereka meninggalkan hegemoni dengan bentuk nation-state, lantas mencetuskan ide Republik dan Serikat (ingat kepanjangan dari RIS bukan?). Kita kemudian mengimpor sistem pemerintahan yg disebut demokrasi saking rindunya janji kemerdekaan untuk diakui negara2 besar dunia akibat telah dijajah berabad2 lamanya. Sayangnya setelah deklarasi yg singkat itu negeri jadi kelabakan dan diambang kehancuran.
Ironisnya kita terus menolak akar dan fondasi bangsa ini, dan justru mengelukan sistem tersebut. Demokrasi adalah penjajahan model baru di era modern. Saat negara mendeklarasikan kemerdekaan, kita pikir rakyat akan lepas sepenuhnya dari perbudakan penjajah, dari imperialisme asing, dari propoganda barat, dan dari semua bentuk intervensi luar terhadap kedaulatan kita. Sayangnya kita mengadopsi hukum asing dari negeri invaders. Kita telah sukses dijajah bahkan lebih dalam dan jauh. Kapankah penjajahan benar2 sukses? Disaat mereka menjajah suatu negara sementara negara itu tidak tahu mereka sedang terjajah.
2. Partai Politik Penuh Kepentingan dan Kekuasaan Pribadi
Semua partai politik di Indonesia bekerja untuk kepentingan membernya, tidak ada yg benar2 murni mengabdi untuk rakyat. Adakah yg berani berteriak partai mana yg orang2nya murni bekerja untuk kesejahteraan bangsa? Semua partai punya kepentingan masing2, selain fakta bahwa Partai membuat masyarakat tidak bisa bersatu. Setiap tahun dalam era kampanye partai2 banyak yg bertikai dan saling fitnah atau black campaign, masyarakat yg polos dan bingung jadi korban. Bukankah ada slogan negara tidak akan maju kalau kita tidak bersatu? Bagaimana rakyat bisa bersatu dengan belasan partai politik?
Sistem lain seperti monarki tidak mengasuh partai, keadaan rakyatnya jadi bersatu, baik bersatu dalam bekerja untuk kemakmuran maupun bersatu dalam pemberontakan karena termakan hasutan.
3. Rakyat Indonesia Bodoh dalam Hal Memilih
Hal ini tidak bisa dipungkiri, masyarakat kita secara umum mayoritasnya masih bodoh dalam hal memilih. Bagaimana pengalaman agan sewaktu pertamakali mencoblos? Ane sewaktu pertamakali mencoblos calon anggota dewan, cuma bisa langsung main tusuk saja, dikarenakan juga tidak tahu nama2 yg ada, tentu banyak sekali yg begini bahkan hampir semuanya. Kalaupun ada yg tahu nama yg tertulis, paling karena itu tetangganya. Jujur saja masyarakat juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena hal ini. Mungkinkah orang hebat bisa terlahir jadi pemimpin dengan cara seperti ini? Jadi ini sama dengan anak yg UN tapi melobangi jawaban secara serampangan tanpa tahu apa2 bahkan tanpa membaca jawabannya terlebih dahuli, alias anak itu bodoh. Kenapa tidak menghentikan kebodohan ini?
Banyak yg bilang satu suara sangat berharga dalam Pemilu, ane katakan tidak ada gunanya lah satu suara orang cerdas dibanding seratus suara orang bodoh.
4. Rakyat Indonesia Malas Mencari Informasi dan Terbuai Asupan Media
Kita tidak tahu bagaimana sosok calon pemimpin dan perwakilan yg kita pilih, karena memang informasi yg terbatas sekaligus juga membuat rakyat malas. Apa mungkin kita bisa mencoblos dengan yakin hanya oleh spanduk wajah, logo partai, dan slogan sederhana macam "katakan tidak pada korupsi"? Pastinya kita ingin memilih yg berkualitas, sayangnya informasinya sangat sulit didapatkan, yg menang adalah media. Banyak yg berprestasi dikampung2 tapi tidak terpilih, justru yg terpilih adalah mereka artis2 dan penyanyi2 yg tidak jelas andilnya untuk bangsa. Hal seperti ini terus terulang, yakin bisa maju?
Lihat saja dampak dari pemilihan langsung di tiap daerah, ratusan pemilu langsung diselenggarakan, bukannya menghasilkan pemimpin yg kredibel, melainkan pemimpin-pemimpin korup yg hanya mementingkan kelompok dan golongannya sendiri. Kalaupun ada pemimpin yg benar2 merakyat, kita hanya bisa menghitungnya dengan satu tangan yg terdiri dari 5 jari, padahal Indonesia terdiri dari ribuan pulau. Ironis kan?
5. Calon Pemimpin yg Lewat Jalur Demokrasi Sibuk Mencitrakan Diri Sendiri
Kita sebut saja seorang pebisnis tv yg gagal dengan partai barunya kemarin. Selain mengadakan Miss World di Bali, kita sama sekali tidak tahu sebenarnya apa yg sudah dia lakukan untuk negara ini. Meski tanpa prestasi kenegaraan, tapi pencitraan dimana2 sudah dilakukan sampai blusukan di sinetron pun demi menghadapi Pemilu selanjutnya. Secara massive dia menampilkan dirinya dipertelevisian untuk memanfaatkan poin sebelumnya. Mungkin dia akan menang dengan cara ini, tapi itu tidak akan pernah jadi kemenangan negara ini. Dan calon pemimpin lain pun sama saja, selama masih ada Pemilu, selama itu pula negara dipimpin oleh orang2 tak berkapasitas dan tak berkemampuan.
6. Pemilu Membuang2 Anggaran dan Memiskinkan Negara
Berapa anggaran negara yg digelontorkan setiap diadakannya aktivitas Pemilu? Milyaran sampai Trlyunan rupiah. Pemilu meski tidak berguna dan hanya membuang2 waktu dan tenaga semata, tapi telah menghabiskan dana yg bukan main2. Dana fantastis yg dapat dialokasikan untuk sektor lain, justru dihabiskan untuk Pemilu yg penuh manipulasi dan kecurangan. Pemilu tetap jalan, rakyat tetap miskin dan bodoh. Dalam sistem monarki tidak ada aktivitas Pemilu, rata2 pemimpinnya dipilih oleh musyawarah orang yg ahli, bukan tusukan jutaan orang yg bodoh. Hasilnya, dana yg ada bisa digunakan untuk melanjutkan pemerintahan selanjutnya siapapun yg memimpin. Terbukti, rakyat tetap makmur dan sejahtera, bahkan negaranya menjadi yg terkaya di dunia.
7. Pemilu Tanpa Kecurangan adalah Bohong
Sewaktu kerja praktek di daerah, sempat sharing dengan pekerja disana bagaimana dia menjadi seorang "Pelambung" dalam Pemilu kemarin. Intinya Pelambung ini bertugas untuk membagi2kan uang bagi siapa yg memilih apa yg diinginkan boss si Pelambung. Satu suara bisa seharga lima puluh ribu, dan satu TPA bisa diisi oleh 5 Pelambung. Dalam pikiran mereka, siapapun yg terpilih juga tidak akan membawa manfaat apa2, jadi lebih baik menerima uang diawal. Tiap periode pemilu penuh politik uang dan tipu daya yg terorganisir, dari satu orang yg bisa mencoblos 10 Surat Suara, sampai Kotak Suara yg dimanipulasi isinya dan hasilnya dimark-up dengan mudah.
Baik di kampung2 maupun di kota2 melakukan hal yg sama. Selama Pemilu masih ada dan berlangsung, maka selama itu pula fenomena ini terus ada dan terjadi.
8. Demokrasi Membuka Peluang Negara Dikuasai oleh Pihak Asing
Inilah faktanya, negara besar dan kuat yg menerapkan demokrasi, dengan mudah dapat menyelami kekayaan alam negara kecil dan lemah yg menerapkan demokrasi. Tidak perlu jauh berbicara negara2 di Timur Tengah, yg karena demokrasi invasi dan konflik bersenjata terus terjadi. Coba kita lihat saja di Indonesia tercinta, dengar2 Indonesia adalah negara yg kaya akan sumber daya alam, iya kan? Lantas kenapa kita masih tercekik permasalahan ekonomi dimana2? Apakah keberadaan Freeport oleh AS bukan penguasaan asing? Bahkan kita hutang lagi ratusan trilyun ke China, apakah ini bukan penguasaan asing? Kita dikuasai asing secara mental dan material, tapi kita pura2 tidak tahu, agan pura2 tidak tahu.
Itulah poin2 alasan
mengapa Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan demokrasi dalam sistem
pemerintahannya. Ini hanya masalah teritori dan keadaan sosial. Mungkin
banyak negara2 Barat sukses menerapkan demokrasi, namun Indonesia
bukanlah Barat, Indonesia tidak akan mengkuti kesuksesan mereka,
Indonesia hanya akan menjadi terkaman sedap sistem demokrasi yg gagal
dan buruk, sama seperti negara di Timur Tengah.
Pemilu dengan demokrasi adalah racun, hentikan aktivitas Pemilu adalah langkah yg bermutu. Kita bisa terus melanjutkan kegagalan sistem ini, tapi jika berpikir dengan begitu negara mungkin bisa maju, maka sebaiknya kita mulai memikirkan diri sendiri, ketimbang mengharapkan angan2 yg kosong dan membohongi diri. Ini bukan menyerah diawal, tapi justru menyerah hampir diakhir, lebih baik daripada tidak menyerah sama sekali dan terus mengharapkan sistem yg keliru.
Kita harus belajar dari kerajaan2 nusantara terdahulu, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Gowa-Tallo, Kerajaan Aceh, dll yg hidup dengan monarki, dimana masalah terbesarnya adalah penjajahan dari luar. Sedangkan masalah kita dengan demokrasi adalah penjajahan dari luar dan dalam.
Sekali lagi, kita bisa terus mempertahankan sistem ini, tapi dengan membiarkan paku itu tetap dingin mungkin akan membuka harapan dan peluang baru. Bagaimana menurut agan?
Sumber : Kaskus / dimensionof
Apa itu demokrasi?
Jawab: Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demikiranlah jawaban yg paling sering ditulis sewaktu menghadapi soal essay mengenai demokrasi, jawaban yg berasal dari ucapan seorang Abraham Lincoln. Secara teori memang terdengar indah, semua pakar yg menyebut definisi demokrasi pasti menyebutkan demokrasi itu untuk melindungi hak rakyat, untuk mensejahterahkan rakyat, dsb. Pantas banyak masyarakat yg terbuai dengan harapan itu. Tapi, berapa banyak sih teori yg selaras dengan kenyataan?
Democracy (n.): Government of the sheep, by the shepherds, for the wolves. – L.A. Rollins
Oke, sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui batasan tulisan ini hanya pada pemerintahan demokrasi, yg berarti sistem negara secara keseluruhan, bukan pada demokrasi yg bersifat sosial kemasyarakatan atau forum, karena kita tahu musyawarah (yg kalau dalam agama Islam salah satu jenis pengambilan keputusan) juga bisa disebut demokrasi jika definisinya dijabarkan lebih luas. Tapi sekali lagi, kita bukan membahas itu, kita membahas demokrasi dalam ranah sistem pemerintahan suatu negara yg umumnya diwarnai dengan aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu), seperti yg terjadi di negara ini.
Sekarang kita ambil contoh sampel 3 negara, yaitu Irak, Suriah, dan Afghanistan. Mungkin mendengar 3 nama negara itu, agan langsung berpikir, "Lho apa hubungannya 3 negara itu dengan demokrasi? Negara rawan konflik dan penuh kehancuran itukan negara Islam?". Kalau agan berpikir seperti itu, bahwa 3 negara yg disebutkan adalah negara Islam, itu berarti selama ini agan sudah kecele dan tertipu. Ane rasa sudah saatnya meluruskan kekeliruan ini. Perlu diketahui bahwa negara2 itu bukanlah negara Islam, sama seperti Indonesia, mayoritas masyarakatnya mungkin Muslim, tapi sebenarnya sistem pemerintahan yg dianut ke-3 negara tersebut sampai saat ini adalah demokrasi.
Jika tidak percaya, dipersilahkan jalan2 ke Wikipedia :
Irak
Suriah
Afghanistan
Irak, Suriah, dan Afghanistan menganut sistem pemerintahan republik dan presidensial yg notabene rakyatnya mengadakan aktivitas Partai dan Pemilu tiap beberapa periode sebagai bagian dari demokrasi, sama seperti Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan negara Islam yg umumnya menganut sistem monarki, dimana pemimpinnya (Raja, Emir, Sultan, dll) tidak dipilih berdasarkan hasil voting masyarakat, melainkan keturunan dan musyawarah.
So, sangat salah jika ada yg berkata, "Untuk apa menerapkan hukum Islam, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?", apa hubungannya, mereka kan bukan negara Islam (not yet)? Malah masih lebih benar perkataan seperti ini, "Untuk apa mempertahankan demokrasi, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?"
Jadi ini perlu diluruskan, jangan lagi mengaitkan negara2 tersebut dengan pemerintahan Islam, karena faktanya pemerintahannya saja menerapkan hukum demokrasi, sama halnya seperti Indonesia.
Oh iya, sampai paragraf ini ane tidak bermaksud menonjolkan hukum pemerintahan Islam dibanding hukum lain, intinya agar semua lebih paham saja untuk tidak mengaitkan hal2 yg tidak berkorelasi apalagi jika berbicara masalah pemerintahan, karena ini skalanya besar. Intinya pikiran harus sama2 saling terbuka. Masalah hukum mana yg lebih baik itu silahkan agan pikirkan sendiri saja, semua punya pandangan masing2, toh sebagai manusia kita sama2 memiliki akal dan tidak boleh saling memaksakan kehendak, iya kan?
Selanjutnya, kita ambil contoh sampel 5 negara, 5 negara ini merupakan 5 besar yg masuk dalam 10 negara terkaya dan termakmur di dunia (2014) berdasarkan GDP (PPP) per Kapita yg dirilis dalam situs mapsofworld.com, artikel2 lain pun dalam melist poin2 negara terkaya rujukannya dari sana. Jika kurang puas boleh cari di tempat lain, karena rata2 hasilnya tidak jauh berbeda.
Qatar
Luxembourg
Singapura
Brunai Darussalam
Kuwait
Demikian 5 negara yg dinobatkan sebagai terkaya di dunia. Dan ya, seperti yg agan tahu, dari 5 negara tersebut 4 diantaranya tidak menerapkan demokrasi. Negara yg menerapkan demokrasi hanya Singapura, itupun demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung (demokrasi yg Pemilu dari rakyat). 4 negara yg memegang status sebagai negara terkaya di dunia itu menerapkan sistem monarki.
Qatar menerapkan sistem monarki yg dipimpin oleh Emir dan PM, meski Qatar masuk dalam wilayah Arab dan kerab disebut negara Islam, Qatar tidaklah menerapkan hukum hudud (seperti rajam dan potong tangan), tapi hukum Islam yg lain yg lebih bersifat ekonomi dan sosial tetap jalan, untuk lebih jelasnya mengenai keadaan di Qatar boleh dibaca disini. Luxemburg, pemerintahannya bersifat Kadipaten (mungkin seperti kerajaan dan kesultanan) yg merupakan monarki konstitusional. Brunei Darussalam sedikit berbeda dengan Qatar, sama seperti Saudi, dalam implementasian hukum Islam, Sultan Bolkiah sudah mengumumkan menerapkan syariat Islam secara penuh, termasuk hukum hudud, Brunei pun cukup keras untuk masalah LGBT. Terakhir Kuwait, Kuwait juga negara dengan sistem monarki yg arah pemerintahannya ke hukum Islam.
Itulah beberapa contoh negara yg memiliki perbedaan hukum dan perbedaan nasib. Sekali lagi disini ane bukan ingin menonjolkan hukum mana yg lebih baik dari hukum lainnya, pokoknya sama2 melihat fakta dan realitanya saja. Realitanya, cukup banyak negara2 yg tidak bisa hidup dengan demokrasi bahkan hancur olehnya, seperti Irak, Afghanistan, dan Suriah, kita bahkan belum membahas Libya. Dan faktanya, ternyata banyak pula negara yg bisa sukses tanpa pemerintahan demokrasi, tanpa aktivitas Pemilu dan lainnya, malah negara2 tersebut yg umumnya menerapkan monarki berada pada peringkat2 teratas untuk kemakmuran.
Sekarang setelah membahas negara luar, maka tak elok rasanya kalau tidak membahas negara sendiri, mengingat Indonesia ini negara yg demokratis sekali . Tiap beberapa periode anggaran milyaran digeleontorkan untuk Pemilu, dari pemilihan presiden, anggota DPR, sampai pemilihan ketua daerah. Apakah Indonesia bisa makmur dengan demokrasi? Semua punya jawaban masing2, tapi untuk jawaban ane adalah TIDAK!
8 Poin Mengapa Indonesia Tidak Bisa Lagi Mengandalkan Sistem Demokrasi
1. Demokrasi Sejatinya Sistem Import Penjajah
Apakah demokrasi asli Indonesia? Sejarah mencatat bahwa Indonesia dibangun melalui konsensus para raja yg ada di Nusantara, dan kerajaan lah yg awalnya menjadi dasar dari pemerintahan ribuan pulau yg di masa depan menjadi Indonesia. Gajah Mada niat menyatukan Nusantara dengan semangat kerajaan, bukan dengan semangat demokrasi, begitu juga dengan nama2 panglima besar di tanah lain. Kemudian datanglah penjajah Barat yg merusak tatanan itu dengan standar politik kolonialismenya. Setelah era kolonialisme, mereka meninggalkan hegemoni dengan bentuk nation-state, lantas mencetuskan ide Republik dan Serikat (ingat kepanjangan dari RIS bukan?). Kita kemudian mengimpor sistem pemerintahan yg disebut demokrasi saking rindunya janji kemerdekaan untuk diakui negara2 besar dunia akibat telah dijajah berabad2 lamanya. Sayangnya setelah deklarasi yg singkat itu negeri jadi kelabakan dan diambang kehancuran.
Ironisnya kita terus menolak akar dan fondasi bangsa ini, dan justru mengelukan sistem tersebut. Demokrasi adalah penjajahan model baru di era modern. Saat negara mendeklarasikan kemerdekaan, kita pikir rakyat akan lepas sepenuhnya dari perbudakan penjajah, dari imperialisme asing, dari propoganda barat, dan dari semua bentuk intervensi luar terhadap kedaulatan kita. Sayangnya kita mengadopsi hukum asing dari negeri invaders. Kita telah sukses dijajah bahkan lebih dalam dan jauh. Kapankah penjajahan benar2 sukses? Disaat mereka menjajah suatu negara sementara negara itu tidak tahu mereka sedang terjajah.
2. Partai Politik Penuh Kepentingan dan Kekuasaan Pribadi
Semua partai politik di Indonesia bekerja untuk kepentingan membernya, tidak ada yg benar2 murni mengabdi untuk rakyat. Adakah yg berani berteriak partai mana yg orang2nya murni bekerja untuk kesejahteraan bangsa? Semua partai punya kepentingan masing2, selain fakta bahwa Partai membuat masyarakat tidak bisa bersatu. Setiap tahun dalam era kampanye partai2 banyak yg bertikai dan saling fitnah atau black campaign, masyarakat yg polos dan bingung jadi korban. Bukankah ada slogan negara tidak akan maju kalau kita tidak bersatu? Bagaimana rakyat bisa bersatu dengan belasan partai politik?
Sistem lain seperti monarki tidak mengasuh partai, keadaan rakyatnya jadi bersatu, baik bersatu dalam bekerja untuk kemakmuran maupun bersatu dalam pemberontakan karena termakan hasutan.
3. Rakyat Indonesia Bodoh dalam Hal Memilih
Hal ini tidak bisa dipungkiri, masyarakat kita secara umum mayoritasnya masih bodoh dalam hal memilih. Bagaimana pengalaman agan sewaktu pertamakali mencoblos? Ane sewaktu pertamakali mencoblos calon anggota dewan, cuma bisa langsung main tusuk saja, dikarenakan juga tidak tahu nama2 yg ada, tentu banyak sekali yg begini bahkan hampir semuanya. Kalaupun ada yg tahu nama yg tertulis, paling karena itu tetangganya. Jujur saja masyarakat juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena hal ini. Mungkinkah orang hebat bisa terlahir jadi pemimpin dengan cara seperti ini? Jadi ini sama dengan anak yg UN tapi melobangi jawaban secara serampangan tanpa tahu apa2 bahkan tanpa membaca jawabannya terlebih dahuli, alias anak itu bodoh. Kenapa tidak menghentikan kebodohan ini?
Banyak yg bilang satu suara sangat berharga dalam Pemilu, ane katakan tidak ada gunanya lah satu suara orang cerdas dibanding seratus suara orang bodoh.
4. Rakyat Indonesia Malas Mencari Informasi dan Terbuai Asupan Media
Kita tidak tahu bagaimana sosok calon pemimpin dan perwakilan yg kita pilih, karena memang informasi yg terbatas sekaligus juga membuat rakyat malas. Apa mungkin kita bisa mencoblos dengan yakin hanya oleh spanduk wajah, logo partai, dan slogan sederhana macam "katakan tidak pada korupsi"? Pastinya kita ingin memilih yg berkualitas, sayangnya informasinya sangat sulit didapatkan, yg menang adalah media. Banyak yg berprestasi dikampung2 tapi tidak terpilih, justru yg terpilih adalah mereka artis2 dan penyanyi2 yg tidak jelas andilnya untuk bangsa. Hal seperti ini terus terulang, yakin bisa maju?
Lihat saja dampak dari pemilihan langsung di tiap daerah, ratusan pemilu langsung diselenggarakan, bukannya menghasilkan pemimpin yg kredibel, melainkan pemimpin-pemimpin korup yg hanya mementingkan kelompok dan golongannya sendiri. Kalaupun ada pemimpin yg benar2 merakyat, kita hanya bisa menghitungnya dengan satu tangan yg terdiri dari 5 jari, padahal Indonesia terdiri dari ribuan pulau. Ironis kan?
5. Calon Pemimpin yg Lewat Jalur Demokrasi Sibuk Mencitrakan Diri Sendiri
Kita sebut saja seorang pebisnis tv yg gagal dengan partai barunya kemarin. Selain mengadakan Miss World di Bali, kita sama sekali tidak tahu sebenarnya apa yg sudah dia lakukan untuk negara ini. Meski tanpa prestasi kenegaraan, tapi pencitraan dimana2 sudah dilakukan sampai blusukan di sinetron pun demi menghadapi Pemilu selanjutnya. Secara massive dia menampilkan dirinya dipertelevisian untuk memanfaatkan poin sebelumnya. Mungkin dia akan menang dengan cara ini, tapi itu tidak akan pernah jadi kemenangan negara ini. Dan calon pemimpin lain pun sama saja, selama masih ada Pemilu, selama itu pula negara dipimpin oleh orang2 tak berkapasitas dan tak berkemampuan.
6. Pemilu Membuang2 Anggaran dan Memiskinkan Negara
Berapa anggaran negara yg digelontorkan setiap diadakannya aktivitas Pemilu? Milyaran sampai Trlyunan rupiah. Pemilu meski tidak berguna dan hanya membuang2 waktu dan tenaga semata, tapi telah menghabiskan dana yg bukan main2. Dana fantastis yg dapat dialokasikan untuk sektor lain, justru dihabiskan untuk Pemilu yg penuh manipulasi dan kecurangan. Pemilu tetap jalan, rakyat tetap miskin dan bodoh. Dalam sistem monarki tidak ada aktivitas Pemilu, rata2 pemimpinnya dipilih oleh musyawarah orang yg ahli, bukan tusukan jutaan orang yg bodoh. Hasilnya, dana yg ada bisa digunakan untuk melanjutkan pemerintahan selanjutnya siapapun yg memimpin. Terbukti, rakyat tetap makmur dan sejahtera, bahkan negaranya menjadi yg terkaya di dunia.
7. Pemilu Tanpa Kecurangan adalah Bohong
Sewaktu kerja praktek di daerah, sempat sharing dengan pekerja disana bagaimana dia menjadi seorang "Pelambung" dalam Pemilu kemarin. Intinya Pelambung ini bertugas untuk membagi2kan uang bagi siapa yg memilih apa yg diinginkan boss si Pelambung. Satu suara bisa seharga lima puluh ribu, dan satu TPA bisa diisi oleh 5 Pelambung. Dalam pikiran mereka, siapapun yg terpilih juga tidak akan membawa manfaat apa2, jadi lebih baik menerima uang diawal. Tiap periode pemilu penuh politik uang dan tipu daya yg terorganisir, dari satu orang yg bisa mencoblos 10 Surat Suara, sampai Kotak Suara yg dimanipulasi isinya dan hasilnya dimark-up dengan mudah.
Baik di kampung2 maupun di kota2 melakukan hal yg sama. Selama Pemilu masih ada dan berlangsung, maka selama itu pula fenomena ini terus ada dan terjadi.
8. Demokrasi Membuka Peluang Negara Dikuasai oleh Pihak Asing
Inilah faktanya, negara besar dan kuat yg menerapkan demokrasi, dengan mudah dapat menyelami kekayaan alam negara kecil dan lemah yg menerapkan demokrasi. Tidak perlu jauh berbicara negara2 di Timur Tengah, yg karena demokrasi invasi dan konflik bersenjata terus terjadi. Coba kita lihat saja di Indonesia tercinta, dengar2 Indonesia adalah negara yg kaya akan sumber daya alam, iya kan? Lantas kenapa kita masih tercekik permasalahan ekonomi dimana2? Apakah keberadaan Freeport oleh AS bukan penguasaan asing? Bahkan kita hutang lagi ratusan trilyun ke China, apakah ini bukan penguasaan asing? Kita dikuasai asing secara mental dan material, tapi kita pura2 tidak tahu, agan pura2 tidak tahu.
Pemilu dengan demokrasi adalah racun, hentikan aktivitas Pemilu adalah langkah yg bermutu. Kita bisa terus melanjutkan kegagalan sistem ini, tapi jika berpikir dengan begitu negara mungkin bisa maju, maka sebaiknya kita mulai memikirkan diri sendiri, ketimbang mengharapkan angan2 yg kosong dan membohongi diri. Ini bukan menyerah diawal, tapi justru menyerah hampir diakhir, lebih baik daripada tidak menyerah sama sekali dan terus mengharapkan sistem yg keliru.
Kita harus belajar dari kerajaan2 nusantara terdahulu, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Gowa-Tallo, Kerajaan Aceh, dll yg hidup dengan monarki, dimana masalah terbesarnya adalah penjajahan dari luar. Sedangkan masalah kita dengan demokrasi adalah penjajahan dari luar dan dalam.
Sekali lagi, kita bisa terus mempertahankan sistem ini, tapi dengan membiarkan paku itu tetap dingin mungkin akan membuka harapan dan peluang baru. Bagaimana menurut agan?
Sumber : Kaskus / dimensionof
Belum ada Komentar untuk "Tidak Semua Negara Bisa Hidup dengan Demokrasi"
Posting Komentar