Filsafat Dasar "Baik" dan "Jahat"
Christian Wolff
Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος, telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan λόγος, logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia.
Etika
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar tampak antara teleologi dengan deontologi.
Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Sesuatu itu dianggap baik karena tuntutan norma sosial dan moral, apapun dampaknya dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau tidak, menyenangkan atau tidak. Istilah ini, digunakan kedalam suatu sistem etika. Istilah ini digunakan pertama kali oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant.
Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan "benar" dan "salah"." Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika "yang baik"" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".
Tokoh-Tokoh
1. Plato
Lahir: c.428-427 SM Wafat: c.348-347 SM (berusia sekitar 80 tahun)
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang baik tidak lepas dari teorinya mengenai jiwa dan ide-ide. Untuk mencapai kebahagiaan, jiwa manusia harus sampai kepada dunia ide-ide. Hal ini hanya bisa terjadi dengan cara pengandalan rasio atau akal budi.
2. Aristoteles
Lahir: 384 Wafat: SM 322 SM (umur 61-62 tahun)
Aristoteles menegaskan "kebahagiaan adalah sesuatu yang final, serba cukup pada dirinya, dan tujuan dari segala tindakan...". Dengan demikian, semua tindakan yang bertujuan untuk membahagiakan orang lain atau diri sendiri dikatakan baik.
3. Thomas Aquinas
Lahir: 1225 Wafat: 1274 (umur 48-49 tahun)
Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas menegaskan bahwa Allah adalah "tujuan" dari segala sesuatu. Dengan demikian, segala sesuatu yang berorientasi kepada Allah dikatakan "baik", dan segala sesuatu yang tertuju di luar Allah dikatakan "jahat".
Penggolongan Teleologi
Hedonisme
Hedonisme mengorientasikan "kesenangan" sebagai hal terbaik bagi manusia.
Eudaimonisme
Paham teleologis ini menegaskan bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia).
Utilitarisme
Dalam utilitarisme , tujuan perbuatan-perbuatan moral adalah memaksimalkan kegunaan atau kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang.
Source : ryan.manullang
Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος, telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan λόγος, logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia.
Etika
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar tampak antara teleologi dengan deontologi.
Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Sesuatu itu dianggap baik karena tuntutan norma sosial dan moral, apapun dampaknya dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau tidak, menyenangkan atau tidak. Istilah ini, digunakan kedalam suatu sistem etika. Istilah ini digunakan pertama kali oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant.
Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan "benar" dan "salah"." Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika "yang baik"" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".
Tokoh-Tokoh
1. Plato
Lahir: c.428-427 SM Wafat: c.348-347 SM (berusia sekitar 80 tahun)
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang baik tidak lepas dari teorinya mengenai jiwa dan ide-ide. Untuk mencapai kebahagiaan, jiwa manusia harus sampai kepada dunia ide-ide. Hal ini hanya bisa terjadi dengan cara pengandalan rasio atau akal budi.
2. Aristoteles
Lahir: 384 Wafat: SM 322 SM (umur 61-62 tahun)
Aristoteles menegaskan "kebahagiaan adalah sesuatu yang final, serba cukup pada dirinya, dan tujuan dari segala tindakan...". Dengan demikian, semua tindakan yang bertujuan untuk membahagiakan orang lain atau diri sendiri dikatakan baik.
3. Thomas Aquinas
Lahir: 1225 Wafat: 1274 (umur 48-49 tahun)
Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas menegaskan bahwa Allah adalah "tujuan" dari segala sesuatu. Dengan demikian, segala sesuatu yang berorientasi kepada Allah dikatakan "baik", dan segala sesuatu yang tertuju di luar Allah dikatakan "jahat".
Penggolongan Teleologi
Hedonisme
Hedonisme mengorientasikan "kesenangan" sebagai hal terbaik bagi manusia.
Eudaimonisme
Paham teleologis ini menegaskan bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia).
Utilitarisme
Dalam utilitarisme , tujuan perbuatan-perbuatan moral adalah memaksimalkan kegunaan atau kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang.
Source : ryan.manullang
Belum ada Komentar untuk "Filsafat Dasar "Baik" dan "Jahat""
Posting Komentar